Reward
artinya
ganjaran, hadiah, penghargaan atau imbalan. Dalam konsep manajemen, reward merupakan
salah satu alat untuk peningkatan motivasi para pegawai. Metode ini bisa
meng-asosiasi-kan perbuatan dan kelakuan seseorang dengan perasaan bahagia,
senang, dan biasanya akan membuat mereka melakukan suatu perbuatan yang baik
secara berulang-ulang. Selain motivasi, reward juga bertujuan agar seseorang
menjadi giat lagi usahanya untuk memperbaiki atau meningkatkan prestasi yang
telah dapat dicapainya. Sementara punishment diartikan sebagai hukuman
atau sanksi. Jika reward merupakan bentuk reinforcement yang positif,
maka punishment sebagai bentuk reinforcement yang negatif, tetapi
kalau diberikan secara tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi. Tujuan dari
metode ini adalah menimbulkan rasa tidak senang pada seseorang supaya mereka
jangan membuat sesuatu yang jahat. Jadi, hukuman yang dilakukan mesti bersifat pedagogies,
yaitu untuk memperbaiki dan mendidik ke arah yang lebih baik.
Pada
dasarnya keduanya sama-sama dibutuhkan dalam memotivasi seseorang, termasuk
dalam memotivasi para pegawai dalam meningkatkan kinerjanya. Keduanya merupakan
reaksi dari seorang pimpinan terhadap kinerja dan produktivitas yang telah ditunjukkan
oleh bawahannya; hukuman untuk perbuatan jahat dan ganjaran untuk perbuatan
baik. Melihat dari fungsinya itu, seolah keduanya berlawanan, tetapi pada
hakekatnya sama-sama bertujuan agar seseorang menjadi lebih baik, termasuk dalam
memotivasi para pegawai dalam bekerja.
Reward
dan punishment dikenal sebagai ganjaran, merupakan dua
metode yang lazim diterapkan di sebuah organisasi, instansi, atau perusahaan
yang menargetkan adanya produktivitas kerja yang tinggi dari para karyawannya. Menurut
Amaryllia, konsultan manajemen dan strategi dari Sien Consultan, dalam
sejarahnya, reward dan punishment kali pertama banyak diterapkan di bidang penjualan
(sales). Namun, kini metode tersebut banyak diadopsi oleh organisasi, perusahaan
yang bergerak di pelbagi bidang, bahkan dunia pendidikan.
Penerapan
reward dan punishment dalam dunia pendidikan dapat diterapkan sepanjang hal
tersebut tidak bertentangan dengan tujuan pendidikan itu sendiri. Penerapan
reward dan punishment juga tidak hanya diterapkan kepada siswa yang berprestasi
atau yang melanggar tata-tertib, tetapi juga dapat diterapkan kepada guru-guru agar
mereka berdisiplin dalam mengajar untuk memenuhi tugas mereka memberikan
pelajaran kepada siswanya.
Reward
dan
punishment merupakan dua bentuk metode dalam memotivasi seseorang untuk
melakukan kebaikan dan meningkatkan prestasinya. Kedua metode ini sudah cukup
lama dikenal dalam dunia kerja. Tidak hanya dalam dunia kerja, dalam dunia
penidikan pun kedua ini kerap kali digunakan. Namun selalu terjadi perbedaan
pandangan, mana yang lebih diprioritaskan antara reward dengan punishment?
Reward
artinya
ganjaran, hadiah, penghargaan atau imbalan. Dalam konsep manajemen, reward
merupakan salah satu alat untuk peningkatan motivasi para pegawai. Metode ini
bisa meng-asosiasi-kan perbuatan dan kelakuan seseorang dengan perasaan
bahagia, senang, dan biasanya akan membuat mereka melakukan suatu perbuatan
yang baik secara berulang-ulang. Selain motivasi, reward juga bertujuan agar
seseorang menjadi giat lagi usahanya untuk memperbaiki atau meningkatkan
prestasi yang telah dapat dicapainya.
Sementara
punishment diartikan sebagai hukuman atau sanksi. Jika reward merupakan
bentuk reinforcement yang positif; maka punishment sebagai bentuk reinforcement
yang negatif, tetapi kalau diberikan secara tepat dan bijak bisa menjadi alat
motivasi. Tujuan dari metode ini adalah menimbulkan rasa tidak senang pada seseorang
supaya mereka jangan membuat sesuatu yang jahat. Jadi, hukuman yang dilakukan
mesti bersifat pedagogies, yaitu untuk memperbaiki dan mendidik ke arah yang
lebih baik.
Pada
dasarnya keduanya sama-sama dibutuhkan dalam memotivasi seseorang, termasuk
dalam memotivasi para pegawai dalam meningkatkan kinerjanya. Keduanya merupakan
reaksi dari seorang pimpinan terhadap kinerja dan produktivitas yang telah
ditunjukkan oleh bawahannya; hukuman untuk perbuatan jahat dan ganjaran untuk
perbuatan baik. Melihat dari fungsinya itu, seolah keduanya berlawanan, tetapi
pada hakekatnya sama-sama bertujuan agar seseorang menjadi lebih baik, termasuk
dalam memotivasi para pegawai dalam bekerja.
Dalam
proses penataan birokrasi menjadi efektif lagi menyenangkan, hendaklah pemerintah
dengan tegas memperhatikan dan menata sistem reward dan punishment. Hal ini
harus diimplemntasikan sampai level bawah pemerintahan. Dengan begitu, diharapkan
kualitas birokrasi meningkat, begitu pula kinerja aparat birorasi dalam dunia
kerja semakin bermutu. Reward yang diberikan pun harus secara adil dan bijak. Jika tidak, reward malah menimbulkan rasa
cemburu dan ”persaingan yang tidak sehat” serta memicu rasa sombong bagi
pegawai yang memperolehnya. Tidak pula membuat seseorang terlena dalam pujian
dan hadiah yang diberikan sehingga membuatnya lupa diri. Oleh karena itu,
prinsip keadilan sangat dibutuhkan dalam pemberian reward. Sebaliknya, jika
punishment memang harus diberlakukan, maka laksanakanlah dengan cara yang bijak
lagi mendidik, tidak boleh sewenang-wenang, tidak pula menimbulkan rasa
kebencian yang berlebihan sehingga merusak tali silaturrahim. Dalam proses
penataan birokrasi, hendaknya punishment yang diberikan kepada pegawai yang
melanggar aturan telah disosialisasikan sebelumnya. Dan sebaiknya sanksi itu
sama-sama disepakati, sehingga mendorong si terhukum untuk bisa
mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan ikhlas.
Selanjutnya
hukuman yang diberikan bukanlah dengan kekerasan, tetapi diberikan dengan
ketegasan. Jika hukuman dilakukan dengan kekerasan, maka hukuman tidak lagi
memotivasi seseorang berbuat baik, melainkan membuatnya merasa takut dan benci
sehingga bisa menimbulkan pemberontakan batin. Di sinilah dibutuhkan skill dari
para pimpinan atau si pemberi punishment sehingga tujuan yang diinginkan dapat
tercapai secara efektif. Dalam konteks pembelajaran dikelas yang berkaitan
dengan kedisiplinan guru dalam melaksanakan tugas, penerapan metode reward dan
punishment juga dapat meningkatkan motivasi guru untuk hadir tepat waktu pada
kegiatan pembelajaran didalam kelas.
Bukanlah
hal yang aneh kalau siswa sering mengeluh tentang ketidakhadiran guru dalam
kegiatan belajar mengajar. Tidak pula asing kita dengan siswa mengeluh tentang
adanya guru yang menyampaikan pelajaran kurang dari waktu yang telah ditentukan,
atau menyampaikan materi seadanya. Yang ironis, ada pula guru yang menuliskan
kehadirannya di kelas padahal sebenarnya ia tidak menyampaikan pelajaran kepada
siswanya. Hal seperti ini tentu sangat mengecewakan siswa yang serius untuk
mengikuti perkuliahan.
Bagi
guru, ketidakhadiran dalam mengajar sesuai jadwal terkadang merupakan suatu hal
yang tidak terhindarkan, mengingat suatu kali mereka mempunyai keperluan yang
mendadak dalam waktu yang sama sehingga tidak mengajar. Namun hal demikian
menjadi tidak wajar jika ketidak hadiran atau keterlambatan mengajar dikelas
selalu dan sering terjadi. Hal ini berdampak buruk terhadap proses
pembelajaran. Pertama, siswa menjadi kecewa, dan hal ini dapat menurunkan
motivasi belajar mereka. Siswa memperoleh contoh yang buruk tentang
kedisiplinan. Kedua, guru yang mengajar dengan sungguh-sungguh merasa usahanya
menjadi sia-sia dan sekaligus kecewa. Apa yang mereka bangun dipatahkan oleh
rekan seprofesinya. Belum lagi, apabila guru yang disiplin dalam mengajar,
memperoleh pendapatan yang sama dengan guru yang jarang mengajar di kelas. Dampak
dari guru yang malas untuk mengajar bukan semata ditanggung mereka namun juga
seluruh institusi atau warga sekolah. Perilaku malas untuk mengajar juga bisa
menjadi virus bagi guru yang biasanya rajin mengajar.
Reward
dan
punishment merupakan dua bentuk metode dalam memotivasi seseorang untuk
melakukan kebaikan dan meningkatkan prestasinya. Reward artinya ganjaran,
hadiah, penghargaan atau imbalan. Dalam konsep manajemen, reward merupakan
salah satu alat untuk peningkatan motivasi para pegawai. Metode ini bisa meng-asosiasi-kan
perbuatan dan kelakuan seseorang dengan perasaan bahagia, senang, dan
biasanya akan membuat mereka melakukan suatu perbuatan yang baik secara
berulang-ulang. Selain motivasi, reward juga bertujuan agar seseorang menjadi
giat lagi usahanya untuk memperbaiki atau meningkatkan prestasi yang telah dapat
dicapainya. Sementara punishment diartikan sebagai hukuman atau sanksi.
Jika reward merupakan bentuk reinforcement yang positif; maka punishment
sebagai bentuk reinforcement yang negatif, tetapi kalau diberikan secara
tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi. Tujuan dari metode ini adalah
menimbulkan rasa tidak senang pada seseorang supaya mereka jangan membuat
sesuatu yang jahat. Jadi, hukuman yang dilakukan mesti bersifat pedagogies,
yaitu untuk memperbaiki dan mendidik ke arah yang lebih baik.
Pada
dasarnya keduanya sama-sama dibutuhkan dalam memotivasi seseorang, termasuk
dalam memotivasi para pegawai dalam meningkatkan kinerjanya. Keduanya merupakan
reaksi dari seorang pimpinan terhadap kinerja dan produktivitas yang telah
ditunjukkan oleh bawahannya; hukuman untuk perbuatan jahat dan ganjaran untuk
perbuatan baik. Melihat dari fungsinya itu, seolah keduanya berlawanan, tetapi
pada hakekatnya sama-sama bertujuan agar seseorang menjadi lebih baik, termasuk
dalam memotivasi para pegawai dalam bekerja.
Peran reward dan punishment bagi SDM
inipun juga harus dibawa menjadi bentuk participative. Likert (1967)
menyebutkan dalam salah satu sistem manajemen participative ini mengakui
dan berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusiawi para pekerja. Tidak saja
kebutuhan faali, tetapi juga kebutuhan-kebutuhan lainnya.
Motivasi kerja tidak saja ditimbulkan melalui
hadiah-hadiah ekonomis, tetapi juga melalui partisipasi dalam kelompok dan
keterlibatannya dalam menentukan tujuantujuan pekerjaannya. Sikap kooperatif
dan tenggang rasa (favorable) terhadap para tenaga kerja lainnya dalam
organisasi. Bentuk partisipasi pengambilan keputusan dilakukan meluas dalam
organisasi. Namun terintegrasi dengan baik. Dalam system manajemen ini dapat
dikatakan tidak dirasakan adanya hubungan ketergantungan yang tidak seimbang
dari bawahan terhadap atasan.
Penerapan
lain juga bisa diterapkan bagi karyawan atau aparatur meningkatkan disiplin SDM
aparatur yang masih rendah dengan perubahan perilaku yang mendasar. Hal itu
terjadi melalui revitalisasi pembinaan kepegawaian dan proses pembelajaran
dengan membangun komitmen kuat dalam mengemban tugas sebagai pegawai negeri
sipil, disertai pengembangan sistem reward dan punishment yang
tepat dan efektif (Bambang Nugroho, 2006).
Pemberian rewards and punishments sangat
berkaitan dengan terlaksananya kedisiplinan guru dalam kegiatan belajar
mengajar dikelas. Kepala sekolah selaku pemimpin pembelajaran mempunyai peran
yang sangat strategis dalam pencapaian tujuan sekolah dalam meningkatkan mutu.
Salah satu faktor yang penting adalah adanya keteladanan (contoh) dalam
kedisiplinan yang diberikan oleh kepala sekolah. Hal ini seperti falsafah
pendidikan yang dikemukakan oleh Bapak Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara,
”Ing Ngarso Sung Tuladha.”Kepala sekolah selaku pemimpin pembelajaran
harus bisa memberikan contoh kepada semua wara sekolah agar tercipta budaya
disiplin disekolah, yang pada akhirnya akan meningkatkan mutu sekolah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar